Warga Asmat Papua Menderita, Dana Otsus Kemana?
Belum hilang
dari ingatan ketika tragedi kemanusiaan terjadi di tanah Papua pada akhir tahun
2017 lalu, dimana kelompok kriminal separatis bersenjata kembali membuat
masalah yang akhirnya mengakibatkan beberapa kelompok warga di Tembagapura
kekurangan logistik dan makanan.
Ya! Papua pada umumnya. Gizi buruk bahkan
campak dan wabah penyakit lainnya bukanlah barang baru di tempat terbitnya
matahari itu. Bahkan Kementerian Sosial mengklaim sebanyak 7 ribu orang di
Papua terindikasi campak, sungguh memalukan untuk bangsa besar seperti
Indonesia.
Tanpa
bermaksud menafikan kesulitan yang masih dihadapi masyarakat Aceh, tapi fakta
bahwa kesejahteraan di Aceh telah mengalami peningkatan yang sangat signifikan
juga tidak bisa dinafikan. Terutama setelah peristiwa Tsunami menghancurkan
bumi Nanggroe Aceh Darussalam dan memaksa saudara jauh kita dari barat itu memulai
lagi dari awal. Sementara itu provinsi Nanggroe Aceh Darussalam sendiri baru
menerima dana Otsus sejak tahun 2008.
Selanjutnya baca Penderitaan Asmat, Momentum Membangun Papua!
Kali ini Papua
kembali menjadi perhatian utama nasional. Penyebabnya adalah Kejadian Luar
Biasa (KLB) gizi buruk dan campak yang
menimpa masyarakat di Kabupaten Asmat.
Puluhan anak harus meregang nyawa karena gizi buruk (4) dan campak (65).
Sebagai
saudara sebangsa dan setanah air, sudah seharusnya kita merasa prihatin dan
peduli atas kesulitan yang dialami masyarakat di Kabupaten Asmat dan Papua pada
umumnya.
Warga Asmat saat sedang diobati (Humas Polda Papua) |
Perlu juga kita
sadari bahwa sebagai sebuah bangsa yang telah lama menyatakan kemerdekaannya,
peristiwa semacam ini menjadi tamparan keras bagi setiap orang yang hidup di
wilayah yang kaya sumber daya alamnya ini. Oleh karena itu sudah seharusnya
disikapi dengan serius sekaligus menjadi momentum bangsa Indonesia khususnya
orang-orang di Papua untuk meningkatkan taraf hidupnya.
Tamparan keras
itu pantas dialamatkan kepada para penguasa negeri yang asik memperkaya diri. Sangat
mudah mengklaim korupsi sebagai bagian dari budaya bangsa yang telah mengakar
dan berlangsung dari generasi ke generasi. Dimana ada anggaran besar disitu
hampir pasti ada koruptor berdasi yang siap sedia mencari celah dari buruknya
tata kelola anggaran di negeri ini. Namun dewasa ini kita juga bisa menyadari
bahwa bukan hanya si kaya nan kuat yang bisa mencuri, tapi juga si miskin nan
lemah yang walau tak banyak mencuri tapi tetap saja namanya korupsi.
Contohnya
adalah suap-menyuap. Bukan lagi rahasia umum ketika tidak sedikit orang tua- orang
tua Indonesia memberi sejumlah uang untuk memaksakan sekolah menerima anak-anaknya.
Kemudian setelah lulus mereka juga akan
menghadapi pekerjaan yang hanya menerima jalan calo dan akhirnya anda bisa
menebak apa yang selanjutnya akan terjadi, dan hal ini hanyalah contoh kecil
saja. Maka juga tidak berlebihan menjuluki negeri ini sebagai negeri para
pendosa.
Provinsi Papua dan Papua Barat yang membagi wilayah
pulau Papua adalah salah dua dari enam provinsi yang menerima dana Otonomi Khusus atau Otsus. Otsus sejatinya bertujuan untuk
mempercepat pembangunan. Sejak 2002 terhitung Rp 47,9 triliun dana Otsus
diberikan untuk pulau Papua, belum lagi ditambah dana-dana lainnya. Walau dana
terus meningkat setiap tahunnya tapi kemiskinan, kesenjangan sosial, pelayanan
publik, serta fasilitas pendidikan dan kesehatan justru masih jauh tertinggal
dari daerah-daerah lainnya di Indonesia, bandingkan saja dengan Aceh sebagai
sesama penerima dana Otsus.
Agats kota diatas rawa ibukota Kabupaten Asmat (backpackerjakarta.com) |
Selanjutnya baca Penderitaan Asmat, Momentum Membangun Papua!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar