ISPF: Indonesia Perkuat Kehadirannya di Kawasan Pasifik
Lima belas negara menghadiri Indonesia-South
Pacific Forum (ISPF) di Jakarta. ISPF 2019 menandai era baru kerja sama
Indonesia dengan negara-negara Pasifik Selatan. Penyelenggaraan forum ini dapat
dilihat sebagai lampu merah bagi gerakan separatis Papua sekaligus kemenangan
lainnya bagi Indonesia dari upaya memperkuat kehadirannya di kawasan Pasifik.
Keberhasilan Indonesia menyelenggarakan ISPF sekaligus menjadi lampu merah bagi gerakan separatis Papua yang selama ini aktif mengambil simpati negara-negara Pasifik.
Forum Indonesia - Pasifik Selatan
berlangsung di Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, Kamis (21/3/2019).
Acara ini dihadiri oleh 15 negara, termasuk Indonesia. Forum Bisnis antara
Indonesia dengan negara-negara di kawasan Pasifik Selatan merupakan yang
pertama kali dalam sejarah dan menunjukan pada kita upaya Indonesia untuk
semakin kuat menaruh kepentingannya di kawasan pasifik.
Dalam membuka forum, Menlu Retno
Marsudi menyebut Indonesia dengan negara-negara di Pasifik Selatan tinggal
berdampingan selama berabad-abad telah berbagi ciri khas dan budaya kemaritiman
yang sama. Retno mungkin merujuk pada budaya etnis di wilayah Indonesia Timur
untuk menepis gagasan yang menolak mengakui Indonesia sebagai bagian dari
Pasifik.
Peserta ISPF terdiri dari Menlu Papua
Nugini, Menteri Perdagangan, Pariwisata, Lingkungan, dan Tenaga Kerja Tuvalu,
Menlu Kiribati, dan Menteri Perdagangan, dan Industry Cooperative Kiribati.
Hadir pula pejabat tinggi dan delegasi dari Australia, Selandia Baru, Fiji,
Federasi Mikronesia, Kepulauan Cook, Kaledonia Baru, Kepulauan Marshall,
Kepulauan Solomon, Nauru, dan Tonga.
Indonesia-South Pacific Forum (ISPF)
menandai era baru kerja sama Indonesia dengan mitra negara-negara 'blue
pasific'. Berdasarkan ukuran geografis dan ekonomi, Indonesia merupakan negara
terbesar di kawasan Pasifik.
Keberhasilan Indonesia menyelenggarakan ISPF sekaligus menjadi lampu merah bagi gerakan separatis Papua yang selama ini aktif mengambil simpati negara-negara Pasifik.
KESEPAKATAN BISNIS
Forum ini diisi dengan kegiatan dan
pertemuan Indonesia-South Pacific Business Engagement, pameran bisnis, dan
pelatihan entrepreneurship bagi peserta asal Pasifik Selatan di Jakarta.
Kementerian Luar Negeri juga mengundang perwakilan dari beberapa provinsi di
kawasan Timur Indonesia.
Indonesia-South Pacific Forum (ISPF)
dinilai telah berhasil meningkatkan koneksi dan pijakan bagi brand engagement
Indonesia dengan negara-negara Pasifik Selatan. Kendati masih tergolong sebagai
mitra non-tradisional dengan nilai perdagangan hanya US$450 juta, beberapa
perusahaan Indonesia sudah menancapkan eksistensi di kawasan Pasifik Selatan.
Audie Building Industry misalnya,
perusahaan konstruksi Indonesia ini telah memiliki beberapa proyek di Pasifik
Selatan termasuk Yadua Bay Resort dan Tree Top Villa Resort di Fiji dengan
total nilai proyek 5,6 juta dolar Australia, serta membangun Stadion Sepak Bola
Bairiki di Kiribati dengan nilai total 12,3 juta dolar Australia. Dexa Medica
juga menjajaki ekspor produk farmasi ke negara-negara Pasifik Selatan.
Selain itu, PT. Dirgantara Indonesia,
sebuah perusahaan manufaktur pesawat terbang Indonesia dan ENVIPLAST, sebuah
perusahaan yang memproduksi kantong plastik organik dari singkong juga melihat
potensi permintaan yang tinggi negara-negara pasifik.
Dalam forum ini diluncurkan Preferential Trade Agreements (PTAs)
dengan Fiji dan PNG yang akan mengurangi tarif impor masing-masing negara guna
meningkatkan nilai perdagangan konkret kedua negara.
FOTO: Vanuatu adalah
pendukung terbesar gerakan OPM yang bercita-cita mempersatukan bangsa Melanesia
(via fri-westpapua.org).
|
MENGHALAU DUKUNGAN SEPARATIS
Tahun 2016 lalu pernyataan seorang
diplomat Indonesia dalam sidang umum PBB ke-71 menjadi viral karena menjawab
tuduhan pelanggaran HAM di Provinsi Papua dan Papua Barat yang disampaikan oleh
Vanuatu, Kepulauan Marshall, Kepulauan Solomon, Tuvalu, Nauru, dan Tonga. Kini
negara-negara itu kecuali Vanuatu hadir dalam forum bisnis yang diadakan
Jakarta.
April 2018, pemerintah Indonesia
mengundang delegasi negara pasifik untuk melakukan tur di wilayah Papua. Di
tahun yang sama Presiden Federasi Mikronesia mengadakan pembicaraan dengan
Presiden Joko Widodo. Indonesia juga berencana untuk membuka konsulat di
Federasi Mikronesia.
Dalam forum ISPF, Tuvalu menyampaikan
ucapan terima kasih atas sejumlah bantuan yang telah diberikan Indonesia kepada
negara dengan populasi sekitar 12 ribu orang tersebut. Indonesia juga
berkomitmen mengadakan pelatihan protokoler dan penyelenggaraan Meeting,
Incentive, Convention, Exhibition untuk Tuvalu yang akan menjadi tuan rumah Our
Ocean Conference 2020.
"Memang kami memiliki hubungan
dengan Indonesia untuk waktu yang cukup lama saat ini dan sangat menyenangkan
untuk dicatat bahwa Indonesia telah meningkatkan kegiatannya di Pasifik
Selatan," kata Menteri Luar Negeri, Perdagangan, Pariwisata, Lingkungan
dan Tenaga Kerja Tuvalu, Taukelina Finikaso dikutip dari Sindo News. "Kami sangat berhutang budi kepada kepemimpinan
Indonesia dan juga bantuan yang telah mereka berikan kepada kami melalui
pelatihan dan juga bantuan teknis," sambungnya.
Awal Maret lalu Indonesia juga
menjajaki kerjasama peningkatan konektivitas laut dengan Nauru yang akan
meningkatkan daya saing produk Indonesia di kawasan Pasifik. Duta Besar RI,
Benyamin Carnadi akan menjajaki perusahaan ekspedisi Indonesia yang bersedia
membuka jalur pelayaran ke kawasan Pasifik utamanya dari wilayah Indonesia
Timur.
Sebelumnya Nauru merupakan kritikus
Indonesia yang tajam, namun setelah beberapa kali Presiden Waqa berkunjung ke
Indonesia, kini pemerintahannya memiliki pemahaman yang lebih baik tentang
Papua.
Indonesia dengan visi besarnya "Global Maritime Fulcrum" sejauh ini
telah membangun banyak pelabuhan termasuk di wilayah timur yang akan memasok
logistik ke wilayah pasifik yang dekat. Konektivitas laut yang baik diharapkan
akan meningkatkan daya saing produk Indonesia terhadap produk Tiongkok yang
lebih murah.
Seluruh delegasi yang hadir menyambut
positif inisiatif Indonesia dalam memperkuat kemitraan ekonomi dan politik
dengan pasifik. Menteri Luar Negeri Papua Nugini bahkan mengulang proyeksi para
ahli tentang pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2030, disaat yang sama
mendorong negara-negara pasifik belajar dari Indonesia dalam mengembangan
ekonominya.
GRAFIS: Standard Chartered merilis prediksi 10 ekonomi
terbesar di dunia tahun 2030 (Visual Capitalist).
|
Menurut rilis terbaru Standard Chartered pada awal Januari
2019, Indonesia negara kepulauan terbesar di planet diprediksi menjadi ekonomi
terbesar keempat setelah China, India, dan Amerika Serikat pada tahun 2030.
Dengan profil global yang semakin besar, Indonesia dituntut semakin berperan
dalam 'pergaulan' dunia sebagaimana amanat konstitusinya.
“Jadi negara-negara Pasifik ini
melihat potensi dan peluang besar kerja sama dengan negara seperti Indonesia,
yang masyarakatnya sangat beragam namun dapat mempertahankan kesatuan dan
kedaulatannya, untuk menjadi pemain global,” kata Rimbink Pato di Gedung
Pancasila, Jakarta seperti dikutip Antara
News.
Memaksimalkan pertumbuhan ekonomi
positif, Presiden Joko “Jokowi” Widodo telah menekankan perlunya Indonesia
berinvestasi dalam program pembangunan internasional termasuk di kawasan
Pasifik. Seiring upaya memperbaiki defisit perdagangan, upaya Indonesia mencari
mitra non-tradisional juga akan meningkatkan citranya sebagai ‘kekuatan baru di
masa depan’.
Melunaknya sikap negara-negara
pasifik menjadi keberhasilan upaya panjang diplomasi Indonesia yang sebelumnya
telah berhasil menjadikan Fiji dan Papua Nugini sebagai pendukung tekuat di
kawasan itu. Pendekatan intensif dimulai sejak era pemerintahan SBY dan semakin
kuat di bawah administrasi Jokowi. Beberapa tahun terakhir pendekatan Indonesia
dapat dianggap sebagai kemenangan yang signifikan dan Indonesia-South Pacific Forum (ISPF) jelas memperkuat kehadiran
Indonesia di kawasan Pasifik.
***
***
Penulis: Editorizal
Tidak ada komentar:
Posting Komentar