Perlakuan Kejam Israel Kepada Rakyat Palestina (2)
Kerusuhan di Tepi Barat Desember 2017. (Mohamad Torokman/ REUTERS) |
Sebelumnya baca Perlakuan Kejam Israel Kepada Rakyat Palestina bagian pertama (1).
Sekarang ini kalau orang tinggal di wilayah Yerusalem jangan kaget tiba-tiba ditangkap polisi walaupun tidak melakukan apapun. Mereka (Israel) mengeluarkan peraturan yang disebut administrative detention, dan ada otoritas Israel yang menangkap siapa pun juga tanpa bukti dengan alasan administrative detention. Israel akan menawan selama enam bulan dimaksudkan untuk mencari bukti-bukti. Selain itu banyak sekali orang-orang yang ditahan enam bulan karena tidak ditemukan bukti maka di extend enam bulan lagi, bahkan ada yang kecewa berat hingga melakukan mogok makan.
Tawanan Palestina, Haji Rizqi Rajub. (Palinfo.com) |
Alasan administrative detention juga digunakan Israel untuk
menawan Haji Rizqi Rajub (61), seorang palestina yang pernah mendekam selama 25
tahun didalam penjara Israel. Dilansir dari palinfo.com
pada 4 Januari 2017 merupakan hari ke-12 tahanan administrative itu melakukan
aksi mogok makan yang membuat kondisinya sakit dalam penjara isolasi.
Menurut saudaranya, Syekh Jadullah Rajub (Abu Hamzah)
mengungkapkan aksi mogok makan merupakan upaya untuk melawan kezaliman Israel
yang menahan saudaranya “tanpa dakwaan dan proses persidangan”. Selain itu,
untuk menolak deportasi ke Sudan bahkan Haji Rizqi Rajub juga mengaku bersedia
mati syahid karena aksinya.
Mogok makan merupakan hak asasi setiap orang, dalam menghadapi mogok makan biasanya negara-negara lain melakukan dialog tapi kalau Israel tidak. Israel melakukan apa yang namanya force feeding yang merupakan hal yang sangat sakit. Kalau kita dipaksa makan dengan melakukan force-feeding, kita tetap akan hidup tapi merasakan sakit. Menurut WHO dokter-dokter melarang melakukan force-feeding didalam menghadapi orang-orang yang melakukan mogok makan.
Tahukah anda apa itu force feeding?, penjara Guantanamo memberi
jawabannya.
Perlakuan tidak manusiawi para agen CIA mendorong para
tahanan yang ditahan tanpa batas dan tanpa pengadilan melakukan aksi mogok
makan (hunger strike) dimana aksi ini bertujuan untuk mendapatkan legitimasi
Internasional. Dalam merespon aksi ini pihak berwenang Guantanamo Bay melakukan
force feeding (pemberian makan paksa). Menurut The Washington Post, tindakan force feeding dilakukan dua kali
sehari kepada para tanahan mogok makan di penjara itu.
Seekor bebek dipaksa makan untuk menggemukkan hati. (wikimedia) |
Para tahanan awalnya ditawari makanan dan jika mereka
menolak memakannya mereka akan diikat di kursi selama dua jam dengan wajah
dikerangkeng, selanjutnya dipaksa untuk menenggak cairan nutrisi lewat proses
medis yang brutal. Selang infuse sepanjang 61 cm atau lebih dimasukan ke hidung
hingga ke perut tahanan, proses ini juga biasanya dimonitor dengan X-ray.
Di akhir proses, tahanan akan ditempatkan ke sebuah sel
tanpa diberi minum. Mereka akan diawasi untuk memastikan tahanan tidak memuntahkan
nutrisi yang sudah diberi secara paksa. Jika akhirnya muntah, maka mereka harus
siap kembali ke kursi untuk memulai lagi proses pemberian makan secara paksa
atau yang disebut force feeding.
Muntah atau tidak pada dasarnya rasa yang teramat sakit akan
dirasakan siapapun yang menjalani force feeding. Bahkan beberapa diantara
mereka harus berakhir di rumah sakit, ditambah lagi rasa trauma akan menambah
buruk kondisi mereka.
Ibrahim Abu Thuraya berdemontrasi terkait Yerusalem pada 15 Desember 2017. (Mohammed Salem/ REUTERS) |
Sekarang ini banyak sekali aksi-aksi menghancurkan rumah-rumah, misalnya mereka yang tinggal di daerah padat Yerusalem biasanya tinggal di apartemen. Penghancuran itu alasannya karena ada orang yang terlibat pelemparan batu tinggal di apartemen itu, tapi kan bukan hanya dia sendiri yang tinggal di apartemen itu, disitu ada orang lain, tetangga, ibunya, ayahnya. Hal seperti itu namanya collective phusnisment yaitu hukuman bagi kolektif, ini membuat orang-orang yang tidak bersalah juga dihukum, dan itu tidak dibenarkan menurut hukum internasional.
Tidak hanya menarget anak-anak,
jurnalis, dan aktivis lainnya, rumah-rumah Palestina juga tidak luput dari
target. Penghancuran rumah-rumah Palestina mengalami peningkatan dalam beberapa
tahun terakhir, wilayah yang dihancurkan itu kemudian disulap menjadi permukiman-permukiman
Yahudi.
Atas langkahnya menghancurkan fasilitas
Palestina dan membangun permukiman
illegal, Israel telah mendapat kecaman dan protes dunia. Tapi Israel adalah
Israel, mereka tidak mau mendengar suara dunia terbukti hingga kini mereka
terus membangun permukiman-permukinan illegal yang baru.
Konflik pun sering kali terjadi
melibatkan para pemukim ilegal dengan warga Palestina. Seperti pada 28 Desember
2017 lalu, dimana puluhan pemukim Yahudi menyerbu sebuah sekolah di selatan
Nablus, utara Tepi Barat. Menurut Middle
East Monitor, peristiwa ini menghancurkan berbagai fasilitas sekolah dan
menyebabkan 20 siswa menderita sesak nafas serta 2 siswa terluka akibat peluru
karet yang ditembakan tentara Israel.
Pria Palestina tidak bisa melihat rumahnya dihancurkan. (Palinfo.com) |
Dilansir dari KNRP.org yang mengutip Kompas, Rabu 22 November 2017 menjadi
waktu yang tidak akan pernah dilupakan keluarga Jamal Abu Khdeir di wilayah
Shufat Yerusalem Timur. Rumah impian dengan biaya puluhan ribu dollar hancur
dalam beberapa menit ditangan lebih dari 40 orang pasukan Israel dan 2 unit
buldoser yang meratakan bangunan tempat tinggal bagi 27 orang.
Perlawanan keluarga Khdeir tidak
mampu mengembalikan rumahnya, justru dua orang anggota keluarganya ditahan
Israel. Khdeir mengaku dirinya tidak
mendapat peringatan apapun, sementara Israel mengklaim rumah tersebut
dibangun tanpa izin.
Selanjutnya baca Perlakuan Kejam Israel Kepada Rakyat
Palestina bagian ketiga (3).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar